Telah
diriwayatkan, bahwa ada seorang anak yang durhaka memiliki istri
pelacur yang tidak memiliki kebaikan sama sekali. Ibunya sering
menasihatinya akan kejelekan istrinya. Akan tetapi dia tidak mendengar
nasihat sang ibu karena terpengaruh dengan istrinya. Istrinya adalah
seorang pelacur yang bukan berasal dari negerinya dan bukan dari
daerahnya. Maka dari itu, bagi orang yang hendak menikah, hendaklah dia
berhati-hati agar tidak menikah dengan seorang perempuan yang tidak
diketahui keluarga dan orang-orang yang ada di sekitarnya, agar dia
tidak binasa dengan kesudahan yang tidak dia inginkan. Ketika terjadi
perselisihan antara dia dengan ibunya, maka dia berniat membunuh ibunya
agar berlepas diri darinya, sebagaimana yang disarankan oleh istrinya.
Maka dia berkata kepada ibunya, “Maukah ibu pergi jalan-jalan
bersamaku?”
Sang ibu menyangka bahwa anaknya telah berubah menjadi anak
yang berbakti kepadanya, maka dengan gembira dia menjawab, “Tentu
anakku, aku mau pergi bersamamu. Semoga Allah memberimu taufik kepada
kebaikan.” Sang anak adalah seorang sopir. Ibunya ikut naik mobil
bersamanya dan pergi ke padang pasir, sementara dia merencanakan
kejahatan kepada ibunya. Ketika ibunya menangis bahagia karena anaknya
berbakti kepadanya dan mau mengajaknya jalan-jalan, maka mobil itu
melaju di jalan raya umum hingga kemudian keluar dari jalur dan melaju
di sahara, sampai ke gundukan bebatuan dan tempat binatang liar.
Tiba-tiba dia menghentikan mobilnya dan berkata kepada
ibunya, “Turunlah.” Sang ibu yang shalihah itu bertanya, “Apakah kita
sudah sampai ke tempat orang yang mengundang kita?” Dia menjawab, “Tidak
ada seorang pun yang mengundang kita, akan tetapi aku akan membunuh
ibu, karena ibu telah membuat susah kehidupanku dan istriku.” Maka
dengan serta merta ibunya menangis seraya mengatakan, “Kalau begitu
tempatkanlah aku di sebuah rumah sendirian.” Dia berkata, “Jika aku
melakukan itu, niscaya orang-orang akan mencelaku. Tapi jika aku
membunuh ibu, maka tidak ada yang mengetahui kita.” Ibunya berkata,
“Allah Mahatahu dengan perkaramu, dan Dia pasti akan membalasmu dan juga
istrimu.”
Dengan nada mencemooh, dia berkata kepada ibunya, “Kalau
begitu, Allah pasti akan menyelamatkan ibu dari cengkeramanku.” Dengan
suara lantang ibunya berkata, “Allah pasti akan membalasmu. Aku tidak
takut mati selama kamu sudah berketetapan hati untuk membunuhku. Karena
Allah Ta'ala telah berfirman, 'Maka apabila telah datang waktunya
(kematian), mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan
tidak dapat (pula) memajukannya'.” (Al-A'raf: 34).
Lantas, sang anak hendak membunuh ibunya. Akan tetapi
ibunya berkata, “Biarkanlah aku shalat dua rakaat terlebih dahulu,
apabila aku telah sampai pada posisi duduk tasyahud dalam keadaan
membaca tasyahud, maka bunuhlah aku jika kamu mau. Karena aku tidak mau
melihatmu membunuhku.”
Demikianlah, ibunya kemudian menghadap kiblat dan dengan
suara yang penuh kepercayaan kepada Allah, dia bertakbir, “Allahu
Akbar.” Dia mulai shalat dengan khusyu' yang sempurna. Sementara anaknya
menunggu diam penuh ketakutan. Akan tetapi Allah Mahatahu apa-apa yang
ada di dalam hati, Maha Mengetahui yang tersembunyi, Maha Penolong
kepada orang yang terzhalimi, Dzat yang apabila berkehendak melakukan
sesuatu, maka hanya dengan mengatakan, “Jadilah”, maka jadilah ia.
Tatkala ibunya telah sampai pada posisi tasyahud, kedua
mata anaknya itu memerah dan anggota badannya gemetar. Dia menoleh ke
kanan dan ke kiri, tidak ada seorang pun yang datang. Dia pun mengangkat
batu yang ada di tangannya, dari belakang ibunya, hendak menjatuhkan
batu itu ke kepala ibunya dan memecahnya menjadi dua. Namun tidak lama
kemudian, ibunya mendengar teriakan keras dari anaknya. Dalam keadaan
takut dia menoleh ke anaknya untuk mengetahui apa yang terjadi? Ternyata
dia melihat anaknya tenggelam ditelan bumi. Tangannya yang membawa batu
telah lumpuh dan tidak dapat menggerakkannya. Maka sang ibu pun
berteriak menangisi anak satu-satunya, “Anakku, ya Rabbi, aku tidak
punya anak selainnya…, apa yang terjadi padamu anakku?”
Dengan kedua tangannya yang penuh belas kasihan, sang ibu
mengeluarkan anaknya dari bumi yang menelannya seraya mengatakan,
“Sekiranya aku mati tanpa terjadi hal ini padamu wahai anakku.”
Sungguh, Allah Yang Mahakuasa telah membalas anak durhaka ini. ( Aqibah Uquq al-Walidain, hal. 69-71)
Sungguh, Allah Yang Mahakuasa telah membalas anak durhaka ini. ( Aqibah Uquq al-Walidain, hal. 69-71)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar