Senin, 26 Januari 2015
PELUKAN TERAKHIR KISAH 2 ANAK YATIM PIATU
Bismillah
... Udara begitu dingin malam itu. Ada dua orang anak kecil yang sedang
duduk saling berdekapan di teras samping rumah tingkat yang gelap,
tanpa penerangan sedikitpun. Hanya pancaran cahaya lampu jalan milik
rumah-rumah di sekitar kompleks itu yang menerangi gigilan hebat tubuh
mereka. Sang adik kira-kira baru berusia 6 tahun sementara sang kakak
berusia sekitar 8 – 9 tahun. Tubuh sang kakak amat kurus dan gigilan
tubuhnya lebih hebat dibandingkan dengan adiknya yang sedang tertidur di
dekapannya. Tak ada selimut, tak ada jaket, tak ada makanan. Mereka
hanya mengenakan baju pendek dan celana pendek.
Sang
adik tiba-tiba terbangun dan merintih karena perutnya terasa sakit.
Sejak kemarin mereka belum makan. Mereka tak punya uang sepeserpun walau
hanya untuk membeli sepotong roti.
“
kak, perutnya sakit…” erang sang adik yang mau tidak mau membuat sang
kakak jadi kebingungan. Ia pun sangat lapar dan kedinginan. Tapi, apa
yang bisa mereka makan??
“
tidur aja, dik…besok pagi kita pasti bisa makan “ sang kakak berusaha
menghibur adiknya walau suaranya semakin parau karena kedinginan. Sang
adik pun tertidur, tapi sang kakak bisa merasakan kalau sang adik sedang
terisak di pelukannya. Sang kakak tahu, perut adiknya pasti sangat
lapar, sama seprti dirinya. Ia pun tidak tahu sampai kapan mereka akan
tetap bertahan kalau keadaannya seperti ini terus.
Sejak
dua hari yang lalu, ibu mereka meninggal dunia dan mereka sudah tidak
punya tempat tinggal lagi. Ayah merekapun sudah lama meninggal. Mereka
tak punya sanak saudara untuk mereka jadikan sebagai sandaran hidup.
Akhirnya mereka terlunta-lunta di jalanan tanpa sedikitpun uang dan
pakaian. Mereka diusir dari rumah kontrakan yang tadinya mereka tempati
bersama ibu mereka. Anak kecil mana bisa bayar uang kontrakan, begitu
alasan sang pemilik rumah kontrakan itu.
Sejak
kemarin, mereka terus berjalan tanpa tujuan. Baru menjelang malam
mereka sampai di teras rumah yang sekarang menaungi tubuh rapuh mereka.
Sang kakak tidak merasa yakin mereka bisa melewati malam yang begitu
dingin itu. Mereka tidak berani meminta tolong penduduk sekitar. Mereka
masih kecil dan terlalu takut untuk meminta tolong. Karena mereka tau,
mereka akan dipandang sebelah mata, dianggap pengemis yang hanya
berpura-pura mengemis untuk membiayai orang tua mereka yang
pengangguran.
Di
tengah rintikan halus hujan malam yang dingin itu, dua orang kakak adik
itupun tertidur dengan perut yang sangat lapar dan tubuh yang lemah,
hanya berselimutkan tubuh satu sama lain yang saling berpelukan.
Pagi
harinya, saat sang adik terbangun, ia menemukan kakaknya sedang
merintih kesakitan sambil memegangi perutnya. Sang adik yang masih kecil
itupun panic dan pada awalnya dia hanya bisa menangis. Tangisannya
itulah yang pada akhirnya mengundang perhatian penduduk sekitar. Semua
orang berdatangan untuk melihat siapa yang menangis sepagi itu. Beberapa
orang langsung menghampiri dua tubuh kurus itu lalu memeriksa keadaan
mereka.
Baju
mereka basah kuyup dan tubuh sang kakak amat panas. Beberapa orang
lainnya mengambilkan pakaian untuk mereka, beberapa orang lagi
memberikan makanan dan ada seorang ibu yang dengan baik hati mau
mengolesi perut sang kakak dengan minyak angin karena sang kakak
mengeluh perutnya amat sakit. Sang adik terdiam dari tangisannya dan
dibawa oleh seorang penduduk ke rumahnya. Sementara sang kakak yang
merintih kesakitan, langsung dilarikan ke rumah sakit untuk diperiksa
dokter.
Rupanya,
hari itu adalah hari terakhir sang kakak beradik itu bertemu. Karena
setelahnya, mereka tidak pernah bertemu lagi selamanya. Sang kakak
meninggal di rumah sakit karena penyakit angin duduknya sudah sangat
parah akibat kehujanan semalaman ditambah dengan perutnya yang kosong.
Sang adik pun dirawat oleh salah seorang penduduk, ia selamat.
Semoga bisa melembutkan hati kita semua...
Langganan:Posting Komentar(Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar