Kamis, 29 Januari 2015
Al-Quran, Undang-Undang Paling Utama Kehidupan
Agama Islam, yang mengandung jalan hidup manusia yang paling
sempurna dan memuat ajaran yang menuntun umat manusia kepada
kebahagiaan dan kesejahteraan, dapat diketahui dasar�dasar dan
perundang-undangannya melalui Al-Quran. Al-Quran adalah sumber
utama dan mata air yang memancarkan ajaran Islam. Hukum-hukum
Islam yang mengandung serangkaian pengetahuan tentang akidah,
pokok-pokok akhlak dan perbuatan dapat dijumpai sumbernya yang
asli dalam ayat-ayat Al-Quran. Allah berfirman,
"Sesungguhnya Al-Quran ini menunjukkan kepada jalan yang lebih
lurus."
(QS
17:9)
"Kami menurunkan AI-Quran kepadamu untuk menjelaskan segala
sesuatu."
(QS
16:89)
Adalah amat jelas bahwa dalam Al-Quran terdapat banyak ayat yang
mengandung pokok-pokok akidah keagamaan, keutamaan akhlak dan
prinsip-prinsip-umum hukum perbuatan. Kami tidak perlu
menyebutkan semua ayat itu dalam kesempatanyang tidak cukup luas
ini. Lebih lanjut kami katakan bahwa pemikiran yang teliti
tentang pokok-pokok permasalahan berikut dapat menjelaskan
kepada kita universalitas kandungan Al-Quran mengenai jalan
hidup yang harus ditempuh manusia.
Pertama,
dalam hidupnya manusia hanya menuju kepada ke�bahagiaan,
ketenangan dan pencapaian cita-citanya. Kebahagiaan dan
ketenangan merupakan suatu wama khusus di antara warna�wama
kehidupan yang diinginkan oleh manusia, yang di naungannya ia
berharap menemukan kemerdekaan, kesejahteraan, kesen�tosaan dan
lain-lain.
Jarang kita lihat orang yang, dengan perbuatan mereka sendiri,
memalingkan muka dari kebahagiaan dan kesenangan - seperti
melakukan bunuh diri, melukai badan dan menyakiti anggota
tubuhnya dan beberapa latihan
(riyadhah) berat
yang tidak diajarkan agama - dengan alasan berpaling dari dunia,
dan perbuatan�perbuatan lain yang menyebabkan seseorang
kehilangan berbagai sarana kesejahteraan dan ketenangan hidup.
Begitulah, (hanya) orang yang menderita komplikasi jiwa -
sebagai akibat dari parahnya komplikasi itu - berpendapat bahwa
kebahagiaan terdapat dalam perbuatan-perbuatan yang bertentangan
dengan kebahagiaan. Sebagai contoh, seseorang mengalami
kesulitan hidup dan tidak kuat menanggungnya, kemudian bunuh
diri karena beranggapan bahwa kesenangan itu terdapat dalam
kematian. Atau, sebagian orang menjauhi dunia, menjalani
bermacam latihan badan dan mengharamkan kesenangan materiil
untuk dirinya sendiri, karena ia berpendapat bahwa hidup dalam
kesenangan materi merupakan hidup yang kering. Dengan demikian,
usaha yang dilakukan manusia hanyalah untuk menemukan
kebahagiaan yang diidam-idamkan yang ia berusaha mewujudkan dan
memperolehnya.
Memang, jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut
berbeda-beda. Sebagian menempuh jalan yang masuk akal, yang
diterima kemanusiaan dan dibolehkan oleh syariat, sedang
sebagian yang lain menyalahi jalan yang benar sehingga
terperosok ke dalam belantara kesesatan dan menyimpang dad jalan
kebenar�an.
Kedua,
perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia senan�tiasa berada
dalam suatu kerangka peraturan dan hukum tertentu. Hal ini
merupakan suatu kebenaran yang tak dapat diingkari, dalam segala
keadaan, mengingat begitu jelas dan gamblangnya persoalan. Hal
itu disebabkan karena manusia yang mempunyai akal hanya
melakukan sesuatu setelah ia menghendakinya. Perbuatannya itu
berdasarkan kehendak jiwa yang diketahuinya dengan jelas. Di
segi yang lain, ia hanya melakukan apa pun demi dirinya sendiri.
Yakni, ia merasakan adanya tuntutan-tuntutan hidup yang harus
dipenuhinya, kemudian berbuat untuk meme�nuhi tuntutan-tuntutan
itu untuk dirinya sendiri. Karenanya, antara semua perbuatannya
itu ada suatu tali kuat yang menghubungkan sebagiannya dengan
yang lain.
Sesungguhnya makan dan minum, tidur dan bangun, duduk dan
berdiri, pergi dan datang - semua perbuatan ini dan
perbuat�an-perbuatan lain yang dilakukan manusia - pada beberapa
keadaan, merupakan keharusan baginya; dan pada beberapa keadaan
yang lain, tidak merupakan keharusan - yakni, bermanfaat
bagi�nya pada suatu saat, dan membahayakan pada saat yang lain.
Semua yang dilakukan manusia itu bersumber dari suatu hukum yang
ia ketahui universalitasnya dalam dirinya dan yang ia terapkan
bagian-bagiannya pada perbuatan dan pekerjaan-pekerjaannya.
Seseorang, dalam perbuatan-perbuatan individualnya, menye�rupai
suatu pemerintahan lengkap, yang memiliki hukum, kebiasa�an dan
tata caranya sendiri. Kekuatan aktif dalam pemerintahan itu
terlebih dahulu harus menimbang perbuatan-perbuatannya dengan
hukum-hukum itu, kemudian bamlah ia berbuat. Perbuatan-perbuatan
sosial yang dilakukan dalam suatu ma�syarakat menyerupai
perbuatan individual, sehingga padanya ber�laku seperangkat
hukum dan tata cara yang dipatuhi oleh sebagian besar individu
masyarakat itu. Jika tidak, maka anarkisme akan menguasai, dan
ikatan sosial mereka pun terpecah.
Memang, corak masyarakat, di bawah pengaruh hukum-hukum yang
berlaku dan dominan di dalamnya, berbeda-beda. Seandainya
masyarakat itu bcrcorak mazhabiah, maka di dalamnya ber�laku
ketentuan-ketentuan dan hukum-hukum mazhab tersebut. Dan bila
tidak bercorak mazhabiah, melainkan kebudayaan, maka
perbuatan-perbuatan masyarakatitu bercorak hukum kebudayaan
tersebut. Adapun jika masyarakat itu liar dan tidak mempunyai
kebudayaan, maka padanya berlaku tata pergaulan dan hukum�hukum
individual yang sewenang-wenang, atau hukum-hukum yang
dihasilkan oleh adanya perbauran berbagai kepercayaan dan tata
pergaulan yang kacau.
Kalau begitu, maka manusia, dalam perbuatan-perbuatan individual
dan sosialnya, harus memiliki tujuan tertentu. Untuk mencapai
tujuan yang diidam-idamkan itu, ia harus melakukan
perbuatan-perbuatannya menurut hukum dan tata cara tertentu yang
ditetapkan oleh agama atau masyarakat, atau yang lainnya.
Al-Quran sendiri menguatkan teori ini ketika ia mengatakan,
"Tiap-tiap umat memiliki kiblatnya sendiri yang ia menghadap
kepadanya. Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan."
(QS
2: 148)
Kata
ad-din (agama),
menurut kebiasaan Al-Quran berarti 'jalan hidup.' Orang-orang
yang beriman dan yang kafir - sampai�sampai yang tidak mengakui
keberadaan Allah sekalipun � pasti memiliki suatu agama, karena
setiap orang mengikuti hukum�hukum tertentu dalam
perbuatan-perbuatannya, dan hukum�hukum itu disandarkan kepada
Nabi dan wahyu, atau ditetapkan oleh seseorang atau suatu
masyarakat. Tentang musuh-musuh agama Allah, Allah berfirman:
"Yaitu orang-orang yang menghalangi manusia dari jalan Allah dan
menginginkan agar jalan itu menjadi bengkok. "
(QS
7:45)1)
Ketiga,
jalan hidup terbaik dan terkuat manusia adalah jalan hidup
berdasarkan fitrah, bukan berdasarkan emosi-emosi dan
dorongan-dorongan individual atau sosial.
Apabila kita mengamati secara teliti setiap bagian alam, akan
kita ketahui bahwa ia memiliki tujuan tertentu, yang sejak hari
pertama kejadiannya ia mengarah ke tujuan itu melalui jalan yang
terdekat dan terbaik. Ia memiliki sarana yang diperlukan untuk
mencapai tujuan itu. Inilah keadaan semua makhluk di dalam alam
ini, baik yang bernyawa maupun yang tidak.
Sebagai contoh adalah biji gandum. Sejak hari pertama
diletak�kan dalam tanah, ia berjalan dalam proses penyempurnaan.
Meng�hijau dan tumbuh sampai terbentuknya bulir-bulir yang
lipatannya berisi banyak biji gandum. Dan ia dibekali dengan
sarana-sarana khusus untuk memperoleh unsur-unsur yang harus
dipenuhi dalam proses penyempurnaannya itu. Kemudian ia menyerap
unsur-unsur yang ada di dalam tanah, udara dan lain-lainnya
dengan kadar ter�tentu: Lalu ia merekah, menghijau dan tumbuh
hari demi hari, dan berubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain
sampai terbentuknya bulir-bulir baru, yang dalam setiap bulir
terdapat banyak biji gandum. Pada saat itulah biji pertama yang
disemaikan di bumi benar-benar telah mencapai tujuan yang
diidam-idamkannya dan kesempurnaan yang ia tuju. Demikian pula
pohon kenari. Jika kita amati secara teliti, akan kita ketahui
bahwa pohon itu juga ber�jalan menuju suatu tujuan tertentu
sejak hari pertama kejadiannya. Dan untuk mencapai tujuan itu ia
dibekali alat-alat tertentu yang sesuai dengan proses
penyempurnaan, kekuatan dan besarnya. Dalam perjalanannya ia
tidak menempuh perjalanan yang ditem�puh olch gandum,
sebagaimana gandum - dalam tingkat-tingkat penyempurnaannya -
tidak berproses sebagaimana prosesnya pohon kenari.
Masing-masing dari kedua tanaman itu mempunyai perkembangannya
sendiri yang tidak akan dilanggarnya untuk selama-lamanya.
Semua yang kita saksikan di dalam alam ini mengikuti kaidah yang
berlaku ini, dan tidak ada bukti pasti bahwa manusia me�nyimpang
dari kaidah itu dalam perjalanan alamiahnya menuju tujuan yang
ia telah dibekali alat-alat tertentu untuk mencapainya. Bahkan
bekal-bekal yang diberikan kepadanya itu merupakan bukti terkuat
bahwa dia adalah seperti yang lainnya di alam ini. Dia memiliki
tujuan tertentu yang menjamin kebahagiaannya, dan dia telah
dilengkapi dengan sarana-sarana untuk mencapainya.
Jadi, fitrah manusia - bahkan fitrah alam yang manusia hanyalah
merupakan sebagian darinya - menuntunnya ke arah kebahagiaan
hakiki. Fitrah itu mengilhami hukum-hukum terpenting, terbaik
dan terkuat yang menjamin kebahagiaannya. Allah ber�firman:
"Musa berkata: 'Tuhan kami ialah Zat yang telah memberikan
kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian
memberi�nya petunjuk'."
(QS
20:50)
"Yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan)�Nya. Yang
memberikan ketentuan dan petunjuk."
(QS 87:2-3)
"Demi jiwa dan Penyempurnanya. Kemudian Allah mem�beritahukan
kefasikan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang
menyucikannya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya."
(QS 91:7-10)
"Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. Tetapilah
fitrah Allah yang la telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. ltulah agama yang
lurus. "
(QS 30:30)
"Sesungguhnya agama yang diterima Allah adalah lslam.
(QS 3:19)
"Barangsiapa rnencari agarna selain lslarn, maka tidak akan
di�terima. " (QS 3:85)
Kesimpulan dati ayat-ayat ini dan ayat-ayat lain yang
ber�kandungan sama, yang tidak kami sebutkan secara ringkas,
adalah bahwa Allah menuntun setiap makhluk-Nya - termasuk
manu�sia - kepada tujuan dan kebahagiaan puncak yanq merupakan
tujuan diciptakannya mereka. Dan jalan yang benar bagi manusia
ialah jalan fitrahnya. Maka dalarn perbuatan-perbuatannya
manu�sia harus terikat dengan hukum-hukum individu dan sosial
yang bersumber dari fitrahnya, dan tidak boleh secara membuta
meng�ikuti hawa nafsu, emosi, kecenderungan dan keinginannya.
Konsekuensi dari agama fitrah (alamiah) adalah manusia tidak
boleh menyia-nyiakan bekal-bekal yang diberikan kepadanya.
Bahkan setiap bekal harus dimanfaatkan dalam batas-batasnya dan
secara benar, agar potensi-potensi yang ada dalam dirinya
seimbang, dan agar satu potensi tidak mematikan potensi yang
lain.
Selanjutnya manusia harus dikuasai oleh akal sehat yang jauh
dari kesalahan, bukan oleh tuntutan-tuntutan diri yang bersumber
dari emosi yang menyalahi akal. Beqitu pula, yang menguasai
masyarakat haruslah kebenaran dan yang benar-benar bermanfaat
baginya, bukan orang kuat yang sewenang-wenang dan mengikuti
hawa nafsu dan keinginan-keinginannya. Bukan pula mayoritas yang
menyimpang dari kebenaran dan kemaslahatan umum.
Pembahasan di atas juga menunjukkan hahwa yang berhak membuat
dan memberlakukan hukum hanyalah Allah saja, dan tak seorang pun
berhak membuat dan memberlakukan hukum dan memutuskan segala
perkara, karena pembahasan di atas menun�jukkan bahwa jalan
hidup dan hukum yang bermanfaat bagi manu�sia dalam kehidupannya
adalah yang diilhami fitrahnya. Yakni hukum dan jalan hidup yang
dituntut oleh sebab-sebab dan faktor-�faktor batiniah dan
lahiriah dalam fitrahnya. Hal ini berarti sesuai dengan kehendak
Allah. Pengertian "sesuai dengan kehendak Allah" adalah bahwa
Allah telah menempatkan pada diri manusia sebab-sebab dan
faktor-faktor yang mengakibatkan adanya perundanq-undangan dan
jalan hidup.
Kadang-kadang, sebab-sebab dan faktor-faktor itu mengambil
bentuk pemaksaan sebagai dasar bagi suatu proses, seperti
peris�tiwa-peristiwa alam yang terjadi setiap hari. Inilah yanq
dinamakan kemauan alam
(iradah takwiniah), Kadanq-kadang juga sesuatu aksi
dilakukan secara bebas dan berdasarkan kehendak, seperti makan,
minum dan lain-lain, yang dalam hal ini kehendak diatur oleh
hukum Allah (iradah
tasyri'iah). Allah berfirman:
"Tidak ada hukum selain milik Allah." (QS 12:40 dan 67)
1).
Kata
sabilillah (jalan Allah), dalam kebiasaan Al-Quran, berarti
agama Allah. Ayat itu juga menunjukkan bahwa orang~orang
kafir - termasuk di dalamnya orang-orang yang mengingkari
adanya Tuhan - pun memiliki agama, yaitu jalan hidup
mereka.
Langganan:Posting Komentar(Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar